Minggu, 29 Januari 2012

PUISI-PUISI KEPADA


PEREMPUAN BERANGIN

seumpama bertamu juga debu-debu
dalam segenap mimpi dan tidurku
jemputlah, hai, perempuan berangin
jemputlah tubuh ringkih yang telah lupa
bagaimana cara membangunkan mata
bagaimana cara menyuburkan dusta.

dari jauh yang tak mungkin lagi ditempuh
aku menerbangkan layang-layang
dan di ketinggian, aku kehilangan angin
sudah kusebut, hei, perempuan berangin
biarlah angin tumbuh bersama ketinggian
layang-layang pun berhak mendapat sedikit
pelukan dan pengkhianatan
benang terulur panjang, namun turun tinggal bingkai.

aku putus jalur angin yang singgah tiap malam hendak berlalu
sungguh aku ingin sendiri saja menghadapi rasa pilu
jangan biarkan sisa tubuhmu yang tertinggal di saku baju
sejak keramaian yang kita ciptakan dalam sabtu yang layu
tak mampu menebus rindu yang terhalang hal-hal tabu
hai, perempuan berangin, perempuan yang dikutuk beratus ingin
perlukah menjadi satu bila akhirnya menjadi abu.

mari sejenak kita beristirahat dari kepedulian
biarkan batu-batu tetap mengganjal hati juga jantung
ada detakku yang tak ingin sampai kausamakan
ada banyak perasaan yang sebenarnya lebih baik samar
sebab  bagaimanapun kau sungguh tak berwujud
hanya sejuk ataupun gersang
yang sesekali singgah menggerayang badan.

SEBELUM PATAH HATI

sebelum ranting kayu tersungkur
di tanah lalu tak bisa lagi menusuk
tentulah ia paham
bagaimana berada di ketinggian

matahari yang datang tepat waktu
membunyikan alaram
di antara cahaya yang membelai dahan-dahan.
sekawanan burung singgah
membuat sarang
atau sekedar mengecupkan pagi.

sedalam apa akar mampu
menyerap inti-inti air
setinggi apa inti air mampu
menempuh pendakian.
di batang, di batang mereka bertemu
menyelesaikan sejumlah tanya
yang tak semestinya
mereka simpan atau mereka buang.

tentu kau merasa bahwa matahari
selalu datang tepat waktu untuk membangunkanmu tiap pagi
sekawanan burung yang singgah di dahan memainkan pertunjukan
yang lebih syahdu dari mimpi
akar dan air adalah sepasang kekasih yang tersenyum menjalani kutukan
kesetiaan yang abadi.

hanya saja, itu sebelum kau patah hati.

Batang Agam 5, 2011

DI SEBUAH TAMAN

di sebuah taman tengah kota
sepasang tubuh yang kasmaran sedang
memahami kesetiaan yang semestinya
mendalami cinta yang apa adanya.

sehelai daun dari ranting tua jatuh
di hadapan kaki mereka
menghadiahkan prasangka bahwa usia
tak membunuh dengan tiba-tiba.
namun, mereka hanya dapat mengira-ngira:
tentulah angin dan daun-daun
pernah saling ingin sebelum akhirnya
mengalah kepada dingin.

sebagaimana hujan, keremangan adalah
pemilik kehangatan yang rela meminjamkan tubuhnya.
bahkan dengan ikhlas menghadiahkan beberapa dekapan dan kecupan.

di sebuah taman tengah kota itu aku pernah mengajakmu.
mengajarkanmu memaknai kesepian.
dengan daun-daun yang tertahan kematian
atau dahan mati yang memaikan daun-daun.

sebagaimana dekapan, hujan adalah
kehangatan paling nyaman.
menghadiahkan kecupan dan kedipan.

dan sungguh, ini kali kesekian aku membangun taman dalam kenangan.

Tunggulhitam, 2011


DODOL GARUT
/R. Vien

di garut, dan mungkin dalam kesakitan perut
aku bertemu denganmu
si manis legit yang terduduk di depan rumah sakit
sambil melambaikan berbotol-botol intisari
seolah paham bahwa rumahsakit adalah
tempat yang paling pas buat begadang.

tubuhmu kebal angin malam
parumu tahan semua godaan
dan lidahmu semacam apotik.
di mana banyak racun yang terbungkus
dalam kemasan yang menarik.
aku ingin mengajakmu pulang
tapi kekasihmu terlanjur mendekam
dalam botol-botol minuman.
menenggaknya seperti menciumi dada kekasih

kekasihmu bukanlah kekasihmu
ia hanyalah titipan dari hati yang kasmaran dan kaupinjam berbulan-bulan
ialah penyakit di mana tak satupun rumah sakit bisa menjenguknya
ialah apotek yang kehabisan resep
ialah botol minuman yang hendak kuhantam ke kepalamu!

Kp. Kalawi, 2011
 

 PEUYEUM BANDUNG
/RH. Ilman

di perumpamaan ini,
kaulah si peuyeum bandung, si asam-asam manis
yang tumbuh dibiar hitungan hari dibesarkan bukit dan angin sejuk.

ayahmu telah lama abadi dan hidup selucu lelucon garing,
sebab itu hitam biji matamu (yang mengingatkanku
pada butir beras ketan hitam yang kita simpan di bawah ranjang,
dengan diam-diam mencari tahu secepat apa ia menjadi)
hidup sempurna di bawah terang bulan yang nyalang.

di perumpamaan ini,
kaulah si bulan terang, si pucat pasi
yang terlambat datang.
sejauh mata menengadah hanya percuma
yang ditandai langit-langit mabuk,
yang dikecupi malam-malam sialan.

ibumu telah lama sendiri,
dan adikmu  telah semakin menjadi putri.
sebab itu, pucat tubuhmu, sepucat perawan
di puncak bulan menenun kain panjang hingga subuh.
(lagi-lagi aku teringat segelas es peuyeum bandung
yang sesegukan di bawah bulan terang,
dan kau sedang asyik membunuh kecemasan)

bila di kotamu hujan sedang turun,
sementara aku baru jatuh dari daun
suguhkan aku
peuyeum bandung.
sebelum bulan pucat dan tubuhmu
menjelma sekawanan embun

Puisi-puisi yang Selesai di Hotel

PRESIDENT SUITE ROOM

Sesekali aku ingin tidur dalam pelukan sajak,
sembunyi di dalam duvet setebal 14 senti,
dan udara dengan suhu 16 derajat sambil menonton travel channel
yang memutar perjalanan ke desa rempoah ataupun karangnangka.

Membayangkan makan dengan piring keramik cina tahun purba,
atau menyuap nasi timbel dengan sendok emas buatan orang eropa,
lantas mabuk air tapai ketan hitam sebagai alkohol 40 persen.

Atau hanya sekedar berendam dalam bathtub yang di penuhi busa
beraroma cengkeh dan kayu manis, air hangat khas pemandian baturraden,
sambil tertidur pulas di bawah menara pohon petai gunung slamet.

Aku hanya roomboy yang berniat menulis puisi dalam president suite room.

Padang, 2011





ROOM SERVICE

Aku memesan seperangkat alat shalat dan kumpulan doa.
Akan kubayar tunai,
atau kau boleh memasukkannya ke dalam presentable bill.

Selagi aku berdiam dalam kamar.
Menikmati bulan pecah dan langit sakit, boleh juga kau
siapkan aku sepasang kacamata.
Aku ingin dapat membaca dengan jelas apa yang seharusnya telah tertulis.
Mataku rabun.
Rambut di kepalaku semakin berembun.

Kau sebenarnya tak akan mengantarkan pesanan,
sebab aku tak pernah mengisi registration card.
Tapi, aku takkan checkout dengan segera.

Padang, 2012


TELEPHONE OPERATOR

''Selamat malam. Dengan Kamboja, ada yang bisa dibantu?''
''Saya ingin pesan kamar atasnama Nisan.''
''Untuk berapa malam?''
''Selama malam masih beredar.''
''Kita punya 2 tipe kamar.''
''Suite Room.''
''Berapa deposit yang ingin ditinggalkan?''
''Nanti, saya konfirmasi dengan yang berdiam di kanan dan di kiri pundak saya.''
''Baik, selamat malam. Selamat istirahat total.''

Malam sebentar lagi usai dan usia jatuh dari peredaran.

Padang, 2012



BANQUET EVENT ORDER

Ini akan jadi pertunjukan besar.
Aku siapkan ballroom dengan kapasitas 800 pax,
theater layout,
dan screen ukuran 8 kali meja belajar di kamar.

Hidangan yang cocok untuk pertunjukan ini adalah
Chinese Food. Seperti: Lobster salad buah, angsio daging ikan,
buncis cah xo, jamur kombinasi cah hopio, ayam hongkong,
atau ayam semboy. Tak ada salahnya sesekali memanjakan hati.

Kusebar iklan melalui selebaran perjalanan wisata,
promosi kamar hotel-hotel yang pre-opening,
dan jalinan kerjasama dengan perusahaan ternama.
Berhasilnya sebuah acara tergantung bagaimana kita membuang biaya, bukan?

Pada hari yang telah ditentukan, jangan ada yang mengabarkan bahwa pertunjukan besar ini adalah pertunjukan baca puisi untuk istriku yang baru mati.

Padang, 2012

Puisi-puisi Karta Kusumah Tahun 2009-2011


BIDUK TIRIS

Angin yang mendera ke tepian
menyusup dalam sunyi yang lama tenggelam

Bukan tak terucap dari lisanku apa yang kaudesahkan
dalam rindu. Namun, rindu
kian berubah serupa badai. Mengingatmu hanya membuatku
meluaskan lautan.
tidakkah akan semakin jauh kau sampai ke seberang?

Aku tak sedang mengingatmu. Mungkin
kau tengah menanti rindu di dermaga. Ingatanku
sudah lama terlepas
saat pelabuhan paling sunyi di dirimu
melepaskan kesunyian kita.

Sya, biduk yang kuseberangkan dengan hati teriris
tiris terapung dan kehilangan mata angin

Aku tak bisa kau tumpangi.

Teaterlangkah, 2009



JUDI BIDUK

Aku ada di hadapan semua kekalahan ini.
melipat duka di bawah alaskakimu –sebuah penyakit yang dalam
dimana langkahmu menjejak, aku tak pernah diam-diam
menghapus liku jalanmu. Tidakkah kau yang selalu memelas
padaku untuk menulisnya dalam lembar harian?

Maaf, bila aku tak menemuimu hari ini
angin laut memvonisku terlalu naïf. Mencabik-cabik lembar harian
yang (belum) tuntas kusalin.
sampaikan pada langit, kirimkan aku hujan yang membadai
agar senja turun dengan peluh di kening.

Adakah ia datang membawa kabar dan angin?

Aku tengah berlayar saat ini
dengan perjudian yang kaugelar di atas biduk
-tempatmu memacu denyut nadiku
kutaruhkan laut dan angin agar aku sampai dengan segera
namun, biduk tak berlayar
dan kemudipun tak dapat kurebut.

Teaterlangkah, 2009

IKAT SAMPAN
              -F. Ch.

“jangan berdiam di tepian,
Aku takkan membacakanmu rahasia badai”

Sya, kupinjam layarmu
dan aku takkan mengembalikan. Sepertinya
ada laut lain yang tak sempat kubajak
dimana kedalamannya baru saja kugali

Di tengah pelayaran ini, kukabarkan :
angin hanya berkhianat
dan jadi musuh bagi yang rindu melaut
sebab itu, Sya, layarmu takkan kupulangkan!

Anggaplah,
kini aku merapat di sebuah kesangsian
dan ikat sampan kuulur jauh-jauh ketepian

Adakah aku berhutang tentang badai padamu?

Teaterlangkah, 2009



SAKIT PERAYAAN

tak ada yang akan memalingkan muka, yakinlah.
bila esok, riah perayaan akan ada dalam tiap
kedipan mata masing-masing.

aku memang tak berniat berjaga semalaman 
untuk memasangkan lilin dan meniupnya dengan
hembusan doa. sebab, kita belum sempat menyemai
sakit duri-duri halaman belakang rumah.
yang masih saja beraroma mawar patah.

ahai, siapakah yang mengintai dari sebalik
rumpun remang hingga pekik
anjing tersangkut di ujung lidah.

/Tunggulhitam, 2009/







SALAH KIRIM

pesan yang semestinya kukirim
kepada malam-malam ranum
terkirim padamu sebagai ucap-cuap rindu payau.
sungguh, aku bukan ingin mengabarkan:
berjarak darimu lebih mengejutkan
dari ledakan dalam nadiku yang membuat
tak sedikitpun dapat kurahasiakan
detak jantung yang canggung. dan malam tahun baru,
telah menyisakan silau kembang api di mataku.

aku yang sudah lama memilih
menjual-obral rindu mesti kembali mengobrak-abrik
lemari kenangan (adakah masih tercium resah parfum)
bila kau terlanjur terjerat rasa malu (yang bikin merah muka)
datanglah, pada malam.
pada cuaca yang padam.
di mana aku merasai ditikai kenangan.

/Tunggulhitam, 2009/



REMANG CEMAS

seremang apa kau dapat benamkan cemas
dalam pintu tubuhmu. sehingga derap kaki lelaki
yang singgah hanya akan membahasakan
ingin untuk segera berlalu. sediamnya kau menutup tiap
ingatan tentu masih dapat kujawab deritnya.

secemas apa kau dapat menanggung remang
sakit yang pecah terserak.
kemasilah kekeliruan ini agar
menumbuh candu membungkam sendu
dan aku tak dapat mengingat ragu
agar terlepas pagut lidahmu.

Tunggulhitam, 2009



ISYARAT MALAM PELAYARAN
: kado pernikahan buat Dek Sri

angin dingin mengirim isyarat
bagi malam pelayaranmu:

purnama akan tumbang
menghantam pucuk layar
dan mata angin akan menunjuk
arah yang lebih samar

/Tunggulhitam, 2009/

API MENYALA DI BIBIR KEKASIH

di bibirmu, kekasih
ada api menyala membakar tiap decas
yang sepertinya ingin mengingatkanku pada:
lembar catatan harian dan sisa genggaman tangan.
membuat kita memejamkan mata
dan membukanya setelah sedikit berjauhan.

api di bibirmu, kekasih
yang membuatku mengerang tiap
mendengungkan rindu. sebab, jawab yang kauucap
adalah bara membara dan mengabu di benakku.
sebelum nyala api di bibirmu padam
berikanlah sedikit waktu untuk merasa
beragam risau yang mungkin tak sanggup kau panggang.

/Tunggulhitam, 2009/



MALAM PENJEMPUTAN

Nad, meski malam mencabik-cabik kulit
membikin tulang menusuk daging
kujemput kau malam ini,
sebagai isyarat yang kan sama-sama kita siarkan
pada mereka yang lalu lalang menjelang pagi

lantas, biar saja angin membawamu lalu
sebab beratus malam telah kujinakkan
sebagai tameng buat kumenyandingmu
pada basah embun

Tunggulhitam, 2009



ISYARAT

putik itu telah meranum, Ka
maka petiklah dan simpan dalam genggaman
bawalah pulang pada terang Maninjau
yang menenggelamkan risaumu
dan biarkan angin lembah menebarkan
aroma basah, sebasah keningmu pada ucap pisah
diantara jalan yang menikung pasrah

Maninjau, 2009


PULANG, I
/Nadya

dimatamu, kekasih, aku mencari jalan pulang
memanti dekap waktu yang kian renggang
ada semacam penentuan, tentang :
“dimana aku, dimana kau”

pada batas yang terenggut dalam denyut nadi
aku tak menemu segala. Juga jejak kaki
yang diatur sebagai mata angin
aku kehilangan pulang

Maninjau, 2009



PULANG, II
/Dika

ditikungan terakhir kita melepas kedipmata
                                   merenggang jabattangan

kau cari lagi aku pada pulangmu kemudian
sedang aku telah bergelar pemadat jalan
terasing antara kedipmata
                        dan jabattangan

Maret, 2009



KENANGAN

kenangan dalam dirimu, Dya
hanya sebatas garis samar
menyampaikan aku pada suatu arah
yang tak pernah sama-sama kita mufakati
sebab itu, hidupmu
belum bisa kubaca

Maninjau, 2009



MIRIS

Di luar hujan belum reda
berdiamlah disini, temani aku dengan sisa air mata

Memang, jalan basah cuma
mengirimkan kenangan yang lucu. dan aroma
tanah mengeringkan separuh masalalu
Ah! mengapa petarung mesti bersimpuh pada riuh hujan
lantas menangis sejadi-jadinya

jadi, bila nanti hujan telah reda
aku yakin kau akan temukan beribu wajah
yang sama berlari didepanmu
serupa wajahku (serupa wajahmu)

Tunggulhitam, 2009



MENJERAT KUNANG-KUNANG
: Ruswati Maria Astuti

mengapa kita selalu tak sanggup menjerat
kunang-kunang yang berkejaran
dari masalalu. dan hinggap
pada sekat di tempat yang lindap
                             sepertinya
ada yang terus berulang. bila kedip ekor
menyilau pandangan. kita selalu gamang
purnama akan gugur dikarena malam meredupkan
cahaya (adakah pungguk masih menyebut namanya
sebelum memutuskan untuk ikut pindah ke kota)

dari semenjak petang, telah kupasang jerat
yang paling jerat. Sebab , kupungut dari pecahan
kenangan kita. bila nanti malam datang
dan kunang-kunang menerobos masuk. berdiamlah,
sebab lampu akan kupadamkan.

ah, aku memang
tak pernah sanggup menjerat kunang-kunang
yang berkejaran dari masalalu. sebab,
kedip ekor ialah lagu buatku kembali
melebur dalam dekapmu

Radensaleh 25, 2009



MENGINGAT KEPULANGAN

aku sendirian melangkah dari rumah Ibu. Jalan
di depan membentangkan
salam untuk mengucap janji. tapi, siapa
yang bisa menanggungnya.

ada cenderamata yang kutinggalkan :
putik kamboja yang ranum wanginya
dan air mawar tanpa duri di tangkainya. Pungutlah,
buatkan aku hidangan yang sanggup
membuat lidah tak paham mengecap lain rasa

sesudah sekian lama
berdiam dalam kamar penuh lunau. aku mesti
terima kekalahan ini. menunduk pada nyanyi
tengah malam. nyanyi yang mengantar beribu kekupu
dari taman entah mencambuk telinga
hingga memerah.

ingin aku melangkah sendirian kembali
tapi, siapakah yang memberat di betis. memecah di kepala.
dan menancap pisau berkarat di punggung.
yang membikin sakit untuk mengucap rindu
semakin menjadi-jadi

Radensaleh 25, 2009



PESAN TAK TERKIRIM
: Mak Astuti

dalam telepon genggammu
aku tinggalkan pesan. mestinya telah kau
baca saat ini. disaat, cuaca dan malam
tak bisa berdamai. hingga barangkali
tak kau cium lagi bau embun ranum
melesap dalam kamar. kamar dengan ribuan
bunga gagal mengembang.
dungguh, aku tak berlebihan. sebab
semua cara yang lebih, terlalu banyak
menyerangmu. dan pesan yang kutinggalkan
(berita dari lain waktu)
adakah telah kau baca. disaat rumah
membangunkan prasangka nakal
untuk tak tetap berdiam dalam kamar.

sampai saat aku menggelandang
di antara jalan pulang. tak juga kutemukan
kau dengan segenap tanda yang kukenal
meski berulang kali pesan kutinggalkan :

“aku tunggu engkau, segera!
sebab, di sini semua perempuan telah mengaku
sebagai engkau!”

Radensaleh 25, 2009


SAKIT BUMBU DAPUR

sejak memilih untuk meninggalkan
rumah yang ditumbuhi debu itu, Mak
aku mulai lupa bagaimana rupa bumbu dapur.
pendatang selera yang kau bawa
dari tanah purba. tanah tempat naga pernah
sembunyi di balik lerengnya.

ada yang mengeram di benak, Mak
obat mujarab bagi jarak (si bumbu dapur itu)
yang selalu memaksa masuk lewat
celah sempit di matamu, ketika aku telah lupa
bagaimana cara mengetuk pintu. adakah
bau melekat di hidung. oh, alangkah jauh.

di sini, Mak
bau bumbu dapur tak kuciumi lagi
sebab, terlalu banyak aroma yang menyesak
dalam ingatan. hingga tak dapat kuterka
mana bau bumbu dapur, mana bau lampu jalanan yang terbakar.

(tuh, ada kupu-kupu yang tersengat. sementara segerombol kucing
terkekeh di bawah temaram)

Padang, 2009



MEMBELAH DIRI

ajari aku membelah diri. menjadi
sesuatu yang semestinya kita sepakati
belajar untuk melambai dengan sebelah telapak tangan
dan berjabat dengan telapak tangan yang lain (telapak tangan
yang masih belajar untuk membalik)

ada yang tak pernah bisa. sekeras apa yang bisa kita sanggah.
bahwa, diri hanya awal bagi setiap pisah. sebab itu,
adakah yang tak ingin membelah diri. bila mata
kerap melirik pada arah berseberangan.

Tunggulhitam, 2009




PESAN

Dari sini,
Kutentang pesan risau yang diserukan pulau
Ujung pelabuhan. Bau anyir pukat nelayan
Juga biduk yang kehilangan cadik, mengisyaratkan
Kejadian nanti di laut lepas. Penuh cemas.

Aku tahu, di panas tepian sana
Kau lelah menjemur luka yang sudah terlanjur kugarami
Namun, aku tak punya dermaga tempatku menambatkan
Kangen yang gumpal diakhir pelayaran nanti.

Jadi, biar saja biru laut disana menghardikmu dengan terlalu
Tetaplah bermain kejaran dengan buih di tepian
Berharap aku luruh bersama angin ke pelupuk matamu



KABAR ANGIN

Yana,
Di jemarimu telah aku lingkarkan
Desir angin tanah rantau juga bias purnama
di kelopak bunga. Aku jadikan mereka mahar
yang kelak kujemput sebagai sebagai rindu.
Sebelum pinangan jatuh pada almanak
yang salah. Yang tak tahu makna terpisahkan jarak.
Kualirkan pula tetes embun dalam nadimu
Agar kau tak bisa merahasiakan degup jantung sekalipun.

Dan Yana,
Ternyata disini purnama kian pasi
Akupun mati ditusuk angin malam
-yang diam-diam sembunyi dalam selimut

Ia mengabarkan,
Kau telah menuba tiap tetes embun yang kau sendiri
Tahu aku ada disana!

Toko sunnah, Januari 2009



PERMINTAAN MAAF
- yana

Maaf,
Jika harus kunamai persuaan ini sebagai
Hama.
Sebab nanti, aku yakin akan meranggas
Di saat musim rindu menguning.

Toko sunnah, januari 2009



CORETAN DINDING, 1

perlahan tiap coretan dinding yang menunjuk
hitungan hari. cuma bisa masuk dalam halaman album usang
dengan bunga-bunga yang juga kujemput dari mimpi usang

akhirnya kau dan seluruh daya ingat
hanya berjingkrak dalam kamar. tak lebih.

Tunggulhitam, 2009



CORETAN DINDING, 2

di rumah, pernah aku buatkan coretan dinding
untuk kepergianku. agar kau dapat menghitung
dan menghapusnya satu per satu. agar kita dapat
kembali mengeja sejauh mana halaman yang sudah dibaca.

di rumah, tiap dinding mendongengkan begitu banyak coretan.
entah, berapa nama yang sempat menitipkan kegelisahannya disini.

tak ada yang benar-benar dihapus.

Tunggulhitam, 2009



BINGKISAN
: Kagem Bapak

langit yang kutunjuk-tunjuk di suatu pagi

sekarang kau bingkiskan sebagai tanda cuaca sudah uzur
telah kuterima dengan hati (hati) dan kusimpan
baik-baik.

sebab, masih dapat kuingat pesanmu :
“suatu hari jika kau artikan itu, rindu.
ia akan berubah menjadi mendung
yang semakin hari semakin gumpal
dan siap menggelegar!”.

Tunggulhitam, 2009



DALAM KANTUK
: Nando

mudah-mudahan
aku tidak akan menderita rasa cemas
bila sajak-sajakku tak dapat mengurung
nafasmu dan sembunyi dalam dengkur
yang kian hantu. aku telah menemu cara lain
agar kita dapat bersepakat bahwa sajak yang datang
dengan rasa kantuk adalah yang semestinya kita tiduri.

di jalan ini, Nando
(jalan yang mempertemukan aku
dengan beragam nyayian pura-pura)
aku telah lebih dahulu mendua :
menjadi gelandangan sunyi atau memperistri sajak yang kehilangan birahi.

kadang kulihat
kau berjalan tergesa dalam sajakmu. ataukah aku
yang terlalu terburu-buru menggarap
sisa candu hingga harus tersedu :
khianatilah aku!

/Tunggulhitam, 2009/


DALAM SAKIT

batuk-batukmu yang tak pernah luput
dari catatan harianku telah menjelma
kaing anjing pada musim kawin.
terlalu asing untuk bisa kuterjemahkan sebagai
pertanda. sedang dalam sakit
setiap denyut nadi adalah isyarat untuk dibaca.

aku begitu merindui bercak dahak
pada pakaian tidurku. agar dapat menyelam
dalam paru dan mencabut sisa waktu
yang sekarat di sana. ada peristiwa
yang tetap berlangsung meski (seandainya)
kita telah kehilangan aksara
kehilanggan kata hingga bahasa menjadi sia-sia
yang mesti.

berikanlah aku ucapan yang harus
kuhafal sebagai kalimat doa. sebelum akhirnya
ada yang tak bisa dibaca
meski mata telah berlipat ganda.

/Tunggulhitam, 2009/



DALAM RINAI

sesaat setelah rinai merapuh
dalam langkah tak beriringan
kita melepas pagutan jemari menuju ujung
menung kita selama musim mengering.
tempat rinai terkurung rindu.

dengarlah kepiluan yang merasuk
dalam tiap langkah kaki ini, Dhya.
semakin padam dalam getar gemuruh
tidakkah sampai padamu rusuh hati yang lusuh.

dalam rinai kita mengingat
detak jam dinding. sepertinya tiap retak waktu
adalah buah pisah yang terkurung
dalam musim basah. dan rapuh dalam
dentum halililintar.

/Tunggulhitam, 2009/



DALAM PUISI

adakah yang ingin sembunyi?

/Tunggulhitam, 2009/




PUISI KEMBANG RUMPUT

apa yang kini aku sebut : puisi
adalah kembang rumput yang menyemak perdu
dalam mataku. entah telah berapa
mata sabit yang hendak menebas. entah telah
berapa sakit berpinak dalam pandangan.

seperti mata. seperti kembang rumput .
puisi kumaknai.

/Tunggulhitam, 2009



PENGEJAR LAYANG

dulu pernah kusebut kau : pengejar layang
mencari arah mana angin menerbangkan
masa kecil yang sia. saban hari mengarah laut
di kedipmatamu ingin kutinggalkan ingatan :
jika waktu sudah memutih rambutnya
ajaklah aku bersama. berlari mengitari sudut halaman
dan bukitan penuh kayu manis.

dulu pernah kusebut dirimu : pengejar layang
yang membahasakan bingkai patah dan benang  putus
serupa kedewasaan yang tersangkut dalam
bukitan penuh kayu manis dan perlahan jatuh ke sudut halaman


Tunggulhitam, 2009



RUMAH KERTAS

hujan membawaku pulang. malam itu,
bulan pun menggigil kiranya.

ingatanku meluncur tergesa ke rumah
lebih cepat dari langkah kaki yang memang semakin lunglai
ingin sekali aku nyelinap dalam selimut, mencari bayang-bayang
kekasih yang tadi pagi kutemukan dalam majalah mode
yang belum bisa kubaca.

ha, aku punya segelas susu dan sebungkus biskuit
teman kita bicara tentang cinta semalaman ini
bukankah cinta juga :
kue yang warna-warni bungkusnya

kita sudahi dulu ya, sayang
sebab sebelum ibu membangunkan aku
aku mesti membuatkan rumah baru
agar kita dapat sedikit bercanda nantinya. 

Tunggulhitam, 2009



HUJAN DALAM KAMAR
: R. Nadya

sisa hujan masih
menggenang di lantai kamar. sahut-sahut dari semak
basah jadi begitu miris melesap dalam pendengaran.
kecemasan mana lagi yang minta dibukakan
pintu. hujan sedang mengapungkan
kembali bungkus selisih tengkar.

berharap aku,
hujan tak singgah ke rumahmu. lantas menggaduhmu
yang lelap dalam kamar.
-masihkah kau tak bisa menutup telinga

Nad, di deras hujan telah kupungut
sisa simpul bibir yang gagal mengembang itu.
juga gagal kau lesatkan padaku. maafkanlah.
biar kukenang lagi hujan
yang mendera di langit kamar. dengan segala
yang membuat aku ingin mengusir jauh-jauh mendung.

" di dalam selimut kau selalu
menggigil bila aku mulai merayumu
dengan puisi yang kugubah dari butir-butir hujan"

duh, awan mulai mengelam
dalam kamar. betapa kita telah
dipisahkan banyak pertanda.

Tunggulhitam, 2009



HANTU KUCING

seekor kucing menjerit di pinggir parit. manggil-manggil
kekasihnya yang sudah berubah jadi kupu-kupu yang lucu
terbang dari taman ke lain taman.
masihkah bertemu dengan kumbang?

sekali lagi, ia menjerit
dan kini nyebut-nyebut tuannya yang lama berpisah
saat ia dihadiahkan pada malam sebagai tanda pagi
tak lagi datang kerumahnya.

o, ada bekas tangisan dimatanya dan membayang dimataku

entah berapa kali ia mengerang. sebelum
aku redam bekas garukan yang dalam dan menakutkan
seperti hantu dalam kamar

Tunggulhitam, 2009



KENANGAN PADA LAGU LAMA
MEMBUAT AKU DITIKAM TANYA
KETIKA MASIH TERJAGA TENGAH MALAM BUTA

Masih adakah bulan, Bu?
Untuk menemani tidurku yang lelap.
Masih adakah gigit nyamuk?
Jika aku tidak tidur.

Radensaleh 25, 2010



SEBAIT SAJAK YANG KUTULISKAN
DI SELEMBAR KARTU UCAPAN TAHUN BARU

Aku pulang. Kau ceritakan mimpimu :
“ Semalam. Aku bermimpi kau meniup terompet tahun
baru. Namun, tak satu pun dari keramaian itu
mengingatkanmu pada rumah”
Betapa mimpi bisa membuatku durhaka padamu.

Radensaleh 25,  2010



YANG LUPUT KUCERITAKAN PADAMU
TENTANG RESTORAN ITU

/tentang selamat datang/

“Selamat datang” aku menyambutmu. Maka, lekaslah
kau beri kepastian tentang kedatanganmu lain kali.
Sebab, dengan sekian banyak selamat datang yang kuucap
suatu saat kau pun akan berucap : sampai jumpa.

/tentang pintu/

Di depan pintu tempat kau melepas lambai
hari itu. Sepasang kekasih pernah memintaku
mengemasi sisa pertengkaran mereka. Seperti
mengemasi serakan tulang bakal santanp malam seekor anjing.
Ah! Mengapa selalu ada yang tertinggal di depan pintu

/tentang angka meja/

Kau duduk di meja mana
saat aku memanggilmu ; kekasih.
Aku kerap membayangkanmu di antara
satu meja dan lainnya. Sebab, waktu hanya berupa angka.

/tentang nyala lilin/

Api padam. Kau bermain dalam nyala
yang kuisyaratkan sebagai tanda :
Ini geloraku. Diam-diam padam dimain angin

/tentang lipatan tisu/

Surat cinta yang terakhir kukirimkan padamu
dengan garis-garis gemetaran. Adakah kau terima?
dalam lipatan tisu itu kubuat. Sehabis menghalau mendung yang gugur
di lipatan mata.

/tentang terima kasih/

Kau pergi. Terima kasih, Kekasih.

Radensaleh 25, Januari 2010



DALAM TRAYEK 448 JURUSAN PASAR RAYA - PASARBARU VIA ANDALAS,  SEHABIS HUJAN REDA

hai, sapaku. Kau membalas dengan kedip mata yang tanggung. Kau melipatkan tangan, di antara payung yang basah. Sebasah degub jantung yang pelan. Percakapan berlangsung antara diam yang ada. Mungkin lirik lagu yang mengisi sesudut angkutan ini dalam menjawab-tanya percakapan kita.

Hujan turun lagi, namun begitu mesra.

Kau pun turun. Sehabis simpang di depan dekat penjual obat, sebelum aku sempat bertanya nama dan hal ini :

"kau akan kemana dengan tas besar yang kau biarkan sedikit terbuka?"

Andalas - Pasarraya, 2010


PONSELKU TAK BISA TERIMA PESAN SINGKAT DUA HALAMAN

aku pergi. Mungkin, kau takkan beri maaf, tapi tak apa sebab aku pun tak merasa punya salah padamu. Kita terlalu sibuk mengurus hati masing-masing, hingga lupa kurus itu tanda. Aku tak memberimu kenang-kenangan, kenangan kita pun telah cukup untuk kau kenang, kurasa. Jangan banyak bertanya, jangan banyak menduga duga. Ini pergi, hanya sekedar cara kita untuk bisa memaknai pulang. Kau boleh lupa atau melakukan segala cara untuk bisa lupa. Tapi, satu hal yang aku takkan bisa lupakan, bahwa aku men*sebagian teks hilang*

Radensaleh 25, 2010
 /adaptasi dari catatan RH. Ilman.



MAAF, AKU MENGGANTI JUDUL SAJAK YANG AKAN KUBERIKAN UNTUKMU KARENA BEBERAPA HAL YANG SEMESTINYA TAK PERLU KAU CARI TAHU
/Kayama Yori

aku bercanda saat tengah malam kemarin, saat hujan deras dan sedang kasmaran, aku gombalimu dengan kata-kata yang sukar aku cari tahu itu dari lidah siapa. mungkin, kau tahu. hujan selalu membuatku kesepian.

seperti malam kemarin, tak dapat aku cari tahu aku mesti pinjam bibir siapa, sekedar untuk menjadikan ini malam kembali hangat. tapi, tak perlulah itu kita bahas banyak-banyak. biar nanti kalau malam bersambung pada hujan yang lain, dan kesepian tak kunjung lepas dari badanku. tolong bantu : tukarlah lagi judul ini sajak!

Radensaleh 25, November 2010



SAJAK SEBAIT INI PESAN SINGKAT YANG KUKIRIM KETIKA HUJAN DERAS SEMENTARA PINTU KAU KUNCI DARI DALAM

Aku minta maaf. Aku terlambat pulang. Tapi, seandainya kau tahu apa yang aku bawa dari tempat yang tak pernah kau sangka akan kukunjungi tengah malam begini. Kau pasti bukakan pintu.

Radensaleh 25, 2010



SEGELAS KOPI DALAM SEPASANG MATA

kepada hujan turun itu lagu mengalun. Lagu lama ketika kita melepas pagutan-pagutan jarak yang menyesak dada.

Malam kemarin, hujan tak turun. Tidurku tak nyenyak. Sedingin aku bisa, kusapu pandang seisi kamar. Namun, tak nyenyak juga tidurku. Maka, akan nikmatlah begadang ini malam. Mungkin dengan segelas kopi yang kuteguk perlahan dalam sepasang matamu.

Kp. Kalawi, 2010







SURAT INI INGIN MENUNAIKAN JANJIKU YANG HUTANG
/ RH. Ilman

aku memang malas kerja saat itu. tapi, aku terlanjur berhutang. Maka kini, dalam jarak yang tak lama lagi akan jadi jembatan bagi pertemuan kita. Kutuliskan surat ini.

Seperti janjiku : beruang boneka itu akan kuberikan padamu dengan gaji pertama. Simpanlah. Bila saatnya perlu kau peluk, anggaplah aku pun melingkarkan lengan padamu. Memang, tanganmu tak dapat membalas. Sebab terlanjur kau rentangkan pada yang lain. Tapi, di sini aku dapat merasakan beruang itu menggeliat hangat. Karena padanya telah kujelmakan sebagian dari hatiku. Agar dapat mendengar apa yang tidak kau dengar. Apa yang tidak ingin kau rasa. Namun, percayalah! Degup jantung sekalipun tak dapat kau rahasiakan dariku.

Ini sebuah kenangan yang sebentar lagi akan kutunaikan. Walau kau yakin kita tak pernah benar-benar saling melupakan.

Radensaleh 25, 2010



DUA KAMAR YANG BERBUNGA

aku punya sekuntum bunga. kutaruh dalam jambangan di kamarku. bila angin pagi yang renyah menerobos lewat jendela. aroma bunga menebar ke penjuru kamar, juga hatiku. menghadirkan ingatan, betapa aku dulu sering menghabiskan sisa kesakitan waktu bersamamu di kamar ini.

aku tahu, di kamar sana kau pun punya sekuntum bunga. yang juga kau taruh dalam jambangan. tapi, mengapa jendelanya kau tutup rapat? hingga bungamu layu dan tersedu. ingin kau merayu di kamarku. tapi, mungkin tak ada yang lebih nikmat dari kesepian.

Radensaleh 25, 2010



SEBUAH KUNTUM BUNGA YANG KUREBAHKAN DI RANJANG
/34 Bulan Kidung Rinaian

sebuah kuntum bunga. tak lebih sedap dari melati. tak lebih berduri dari mawar. kurebahkan di ranjang, malam itu.

pada malam yang lain, yang lebih ranum. setelah tiga puluh empat bulan. Aku kembali ke kamar yang sama, kembali ke ranjang sama. namun, kuntum bunga itu kini kian mekar dan rebah di sisiku. dalam liar kamar masih dapat kubaca apa yang kubaca di luar : "mohon doa restu"

pesta belum usai, Bunga. Ini malam kulayari lautmu yang tenang!

Radensaleh 25,  2010



SEHARI SAJA AKU INGIN KAU TAK MASUK KERJA

Jam 1 pagi lebih 27 menit. Kau belum pulang. Aku sudah siapkan perayaan kecil untuk ulang tahun perkasihan kita : dengan kunang-kunang dan sebuah album masa perkenalan dulu.

Jam 3 pagi. Kau sudah tidur. Tapi, dari mana kau masuk?

Radensaleh 25, 2010



SETIAP HARI ADALAH SELASA

Setiap hari adalah selasa. Adalah ketakutan. Ada yang ingin menikam sehabis matahari jatuh, dan mungkin bila purnama jadi turun : sembunyilah di dalam selimut atau nyalakan telivisi pada jam hilang siar. Sebab, ketakutan itu ada dalam detak jam dinding yang dipaksa naik turun, hingga dalam tiap tiktaknya seperti ada yang menusuk. Seperti :

Pasar Raya, 2010



TERJEMAHAN BEBAS PERIBAHASA
YANG KUPAKAI DALAM BERKASIH DENGANMU
/ R. Nadya

~Tong kosong nyaring bunyinya

Sebab aku tak pandai merayu adalah takut.
Hati yang kosong akan lebih banyak memuji

~Sedia payung sebelum hujan

Ialah umpama bagi yang tak ingin basah.
Sementara denganmu, tak sedikitpun aku gersang,
dari dadamu mengalir hujan yang deras dalam dadaku

~Rajin pangkal pandai

Semakin rajin aku menjadikan matamu sebagai cermin,
semakin pandai kau menikmati sakit.
Maka izinkanlah aku jadi pemalas

~Sekali dayung, tiga pulau terlampaui

Sekali aku berdetak di nadimu,
Tiga kali lipat aku diserang rindu

~Buah jatuh tidak jauh dari pohonnya

Kecuali kita saling melepas genggaman,
apa yang kita tanam takkan berbuah di hati yang lain

~Jauh panggang dari api

Aku terbakar, kau jadi abu.

Daerah Istimewa Kamar Atas, 15 Desember 2010
 *Sajak ini kutuliskan sebagai kado Ulang Tahun Kidung Rinaian yang Ketiga



DI ANTARA TEMPAT-TEMPAT BERIKUT INI,
DI MANAKAH AKU BERADA BILA SEDANG JAUH DARI RUMAH
: R. Nadya


~Depan Basko Grand Mall

lagi-lagi tentang berangkat dan menunggu.
Sekedar tanda : aku biasa mengintai keberangkatan terakhir, berharap tak takut melepas bibir.

~Jalan Hikmah

semabuk inilah getar dadaku.
Malam tak cukup sampai mengantar kita kembali menjadi sepasang ketidakmengertian. Lantas, apa kau sudah cukup kuat berjalan sendiri?

~Pertigaan Jalan Patimura

sudah tak berasa ini soto. Tambah lagi, udara sekitar mendingin. Seperti hambar tiap yang melintas. Bahkan dalam tiap suapan.

~Kedai Es Krim Jalan Andalas

masa kasmaran membuat kita suka es krim. tapi, aku sendiri. di meja yang sama saat pertamakali kita saling menyebut nama. Mungkin, lumer es krim dalam mulut, tak sengilu kedipan mata terakhir itu.

Radensaleh 25, 2010


SORE ITU, DI ATAP KITA DUDUK BERDUA
/ R. Vien

Senja belum penuh. Angin dingin masih terasa asing.
Dari ucapbibir yang gemetar dapat kubaca gelisahmu.
Ada yang selalu saja terlewat meski dalam tiap simpang kau selalu memberi aba-aba.

"aku rindu kotaku"

Diselipkan juga rindu itu. Dalam jarak, rindu ialah rasagatal.
Berapa garukan dapat meredam gatal? Matamu nanar memandang liku jalan,
seolah terbayang jua alamat yang jauh itu.
Kota dimana seorang wanita tak pernah benar-benar tua.
Dan di sini :

"aku tua perlahan"

Ingin aku mengajakmu menuruni sisa bukit sakit
Dan keganjilan lain. Namun, lunas juakah rindu itu.

"aku rindu kotaku yang tua perlahan"

Maka, segeralah berkemas!
Segeralah kemasi kecanggungan ini.
Sebab, dari jauh ada yang bertanya:

"bagaimana kabarmu?"

Radensaleh 25, 2010



DURI MATA

Sakit itu nikmat yang terlalu nikmat

Matamu berduri, dan aku selalu ingin menjadi mawar.
Tak pernah luka meski pandangmu tumbuh di sebatang badan.
Adakah yang lebih canda dari mengejar kesakitan itu.
Dan aku selalu nikmat bila matamu mulai menebar duri runcingnya.
Nyansamlah di segenap batas ingatanku!

Radensaleh 25, 2010



BATANG HIDUNG

Oh, sipemilik batang itu.
Adakah boleh aku berjuntai?
Bagai kekanak yang mencandai senja dengan kaki ke atas dan tangan melambai.
Seolah berangkat juga ketakutan itu.
Takut pada malam yang mengurung sepi dalam kamar.

Namun, padamu. Aku selalu ingin jadi kekanak.
Sebab, rindu. Tak pernah butuh jengkal waktu.
Dan di batang itu, kelak diam-diam aku menghitung lenguh nafasmu.

Radensaleh 25, 2010



DAUN TELINGA

Naiklah ke daun. Jadilah basah embun.
Tangkap isyarat yang kutinggal sebelum hujan turun.
Garis pelangi yang datang tak tepat waktu atau ulat cacat
yang terbata merayap ialah rinduku padamu, kekasih.

Mengapa mesti jadi angin untuk sampai ke dalam pendengaran.
Bila dalam tubuhku beribu daun tumbuh untuk mendengar apa yang tak ingin kau dengar. Bila di selembar daun, rinduku tersamun.

Radensaleh 25, 2010




URAT NADI

Tempat paling saksi untuk saling mengikrar janji

Radensaleh 25, 2010




BUKU JEMARI

Bacalah. Luka genggam jemari yang luput.
Sebab, ada yang tak dapat kau baca meski mata berlipat ganda.

Tentang jalur darah atau tentang ujung kuku. Hiaslah!
Sebab, ada yang tak bisa kau hias meski seribu kekunang kerap membuat kubur kian riah.

Radensaleh 25, 2010






CATATAN SEMBILANBELAS APRIL
/hari jadi R. Nadya

ini sekedar catatan, Dhya. bukan
sajak ataupun doa yang selalu gugup kubacakan untukmu
jangan dulu terlelap sebelum tengah malam tiba
ada yang mesti jadi saksi :
jalan-jalan akan merupa riah kembang api, lelampu trotoar kupasang bagai duapuluhsatu batang lilin yang di tiap redupnya kusematkan harap
dan angin malam yang gatal akan menghembus.

saat itu, keluarlah. di memo yang asing ini ingin aku mengajakmu sedikit melupakan apa yang berpinak dalam kamar. sebab, bunga yang kau tanam di sebalik bantal dan kau pelihara dalam kantuk
tak mampu lagi mengajakmu bermimpi.

ini sekedar catatan, Dhya. bukan
brosur atau selebaran penuh daya tarik
sebelum tengah malam tiba. tik-tak jam dinding akan mengeras dan waktu menjadi batu.
saat itu, aku akan membangunkanmu bila kau telah lelap. menjelma sepotong kue untuk kau bagi hari-hari lain yang mungkin terlalu hambar.

Radensaleh 25, 19 April 2010



MATA SABIT
/R. Nadya

Mata sabit. Matamu, ya kekasih.
Yang di ujung lengkungnya darahku berkarat.

Mata sabit. Matamu, ya kekasih.
Yang di pangkal gagangnya ketajamanmu kugenggam.

Patimura, 2010



ALAMAT YANG KAU BERI
/ Mak Astuti

Mak, aku rindu rumah. Kamarku bagaimana?
Masih seringkah kau dengar suara kucing
kampung mencakar-cakar pintu?
Haha, aku dulu sering mengikat dua kakinya
agar ia segan menggaduh lelapmu.
Namun, ia selalu punya cara untuk membuatmu terbangun. Ingat, Mak.

Mak, aku rindu rumah. Halaman depan bagaimana?
Masih tumbuhkah pohon rambutan yang dulu
kutanam sebelum benar-benar melewati pagar?
Sudah kau kecapkah manis buahnya yang selalu kupupuk
dalam doa dan rindu padamu dari jauh?
Aku memang tak menemukan pohon lain, semacam kelapa atau kamboja
untuk menandai kepulanganku nanti. Maaf, Mak.

Mak, aku rindu rumah. Gadis-gadis kecil sepermainanku bagaimana?
Masih tinggal dengan orang tua atau telah dibawa
lelakinya menanak luka? Masih suka meniggalkan
bekas ingus di pipinya karena tak terbiasa pakai tisu?
Ah, disini, Mak. Semua wanita itu cantik.
Semua gadis itu mawar. Aku pun diam-diam ada bekas luka,
karena tak pandai menggenggam tangkainya. Tak apa, Mak.

Aku rindu rumah, Mak. Pemandian kita bagaimana?
Masih suka orang-orang mancing di sana? Atau mereka
sudah lupa cara mengaitkan umpan di kail, atau lagi ikan-ikan yang sudah sakit
hingga tak berselera dengan ulat daun pisang? Tiap hari aku menyiang ikan,
tak ada yang lebih ramah dari ikan yang kupancing di pemandian itu
dan ikan yang kerap kumakan tak lebih baik dari mainan karet
bakal penipu kucing-kucing yang lupa kampung halaman. Aku mulai sakit, Mak.

Aku rindu rumah, Mak. Alamat yang kau beri seperti asing bagiku.

Radensaleh 25, 2010



SURAT INI PUN TAK PERNAH JADI KUKIRIM

Sedang apapun kau di sana, aku pasti mendoakanmu. Baik kau sedang lupa, sedang menanam sakit, sedang menimbun pedih, atau pun menggarami luka. Maaf, bukan tak punya basa-basi yang baik. Aku hanya sedang menikmati kepolosanku, menikmati suciku. Sekian tahun lalu, kau memberi aku janji untuk menuliskan sebuah alamat untuk sekedar menulis surat padamu. Namun, kau hanya memejamkan mataku dan berbisik : “aku akan selalu hafal jalan menuju namamu….” Seketika semua mengelam dan langit lindap disekujur tubuhku.

Kau terlalu baik untuk menjadi seorang pendusta. Meski kau tak sedikit pun menepati janji. Apa yang kau ingkari, tak pernah aku jadikan alasan untuk tak menatap gambarmu di sela-sela doa sebelum tidurku. Sekian penyakit yang menginap di tubuhku sekarang adalah kejujuranku yang kerap tak sampai padamu. Begitu pula dengan surat-suratku. Terakhir kali, aku menuliskannya di lipatan selembar tisu. Adakah telah kau baca? Saat itu mendung gugur dan mataku tak cukup tangguh menanggungnya.

Kabarnya, sekarang kau begitu mencintai mata. Berapa pasang mata yang telah kau ukir? Berapa pula yang sempat kau bingkai?  Ah, aku selalu diserang cemburu, bila ingat kau tak pernah menatapku dalam-dalam. Kau selalu beralasan ; “aku lebih pantas menjadi air matamu, daripada mesti menatapmu berairmata…”, aku percaya. Sebab kau terlalu baik untuk jadi seorang pendusta.

Sebenarnya aku tak ingin kau tahu bahwa surat-suratku tak pernah jadi kukirim. Namun, kejujuranku memaksa untuk menuliskan surat ini. Aku tak peduli kau tak membalasnya atau apa. Aku tak melampirkan pertanyaan yang memaksamu untuk menjawabnya. Sebab, yang kunamakan ; cinta, saat ini, adalah sesuatu yang akan kau reguk tiap pagi sebagai kopi, sembari membaca koran menunggu istrimu pulang, dan anakmu tak tahu dimana kau sembunyikan kedua matamu.

 Radensaleh 25, 2010



BLANCH

setelah kematian bunga-bunga
saatnya saudara buka mata
ini sebongkah nanah beku yang mereka masak dalam luka

saudara hafal rasanya ditikam dan kehilangan
tapi tak paham rasanya menimang dalam kemalangan
sebab itu saudara,
pancinglah langit muntahkan pucatnya
di antara kubur-kubur yang mereka tanami sendiri

tegakkan kepala saudara
serupa kerbau dengan hidung terpasung
belahlah halaman dada saya
ada getar burung yang mati karena tak satu pun sarang
tanpa petasan

maka saat ini saudara
saya ingin kita sama ingin
menjemput badai yang menyusup dalam tiap angin

Tunggulhitam, 2011



GARNISH

hari yang tenang
buat kita menenggelamkan matahari ke dalam gelas
retak bibirmu yang kutandai di lekuk lipatan daun selada adalah
tanda pura-pura tentang kesetiaan

di piringmu,
bunga mawar yang kubentuk dari kulit tomat merah
berimu petunjuk bahwa pisau yang kau genggam di tangan kanan
tak bisa kau pakai untuk menusuk

tusuklah aku dengan cara terhebat.
buatlah cinta dan pengkhianatan bisa sejalan
sebab memilih adalah cara terburuk menghindari kematian

tenanglah di mejamu, selagi aku menyiapkan garnish
ini hidangan akan terus berlanjut
sampai kau mengerti
berapa banyak dagingku yang akan kau ganti

Radensaleh 25, 2011



CAPPUCINO

sejak mengenalmu.
hujan kerap terasa sebagai cappucino.
entah dengan cara bagaimana, kau tuangkan satu manis
yang membuat dingin menjadi candu.
seumpama kita bersua ketika musim terang, bulan mengintip
dari balik ranting kapuk, dan awan tak punya penghujan,
izinkan, aku menumbuk biji kopi di lesungpipimu.
berhari-hari.
berwaktu-waktu,
sampai batas yang pas.
kuracik sendiri ini kopi di ingatan, dengan krimer dan
pemanis tebu seadanya,
lantas kuteguk dengan gelas sumbing
yang masih meninggalkan jejak bibirmu.

Radensaleh 25, 2011



GUSTIA

dua musim.
di bulu matamu, kemarau bergantung
meranggaskan apa yang kutanam di sana.
hingga tinggal reranting kayu, mencucuk inci demi inci pandangan

bukan kegersangan semacam ini yang kubenihkan.
namun, badai penuh gemuruh, banjir dan bencana lain yang kurindukan.
agar kita sama-sama dapat percaya, bahwa : mendalamimu adalah kengerian.

musim kedua.
purnama tenggelam dalam laut yang pasang.
ikan-ikan bergegas ke tepian, mencari di mana kita sembunyi.
kau bawa kemarau dalam mata. aku temukan penghujan dalam mata.
matamu mataku menyatu. berguguran daun-daun ranggas.
membadai ombak dan cuaca.
kita menikmati cinta dalam persuaan musim-musim itu.

Radensaleh 25, 2011


PERJALANAN TIGABELAS JAM

mulai menghitung. Ini jam pertama.
Lepaslah kenangan, berhamburan diantara para pedagang
rengginang dan keripik tempe.Ada yang ingin kukemasi
pada jam kedua, semacam bait-bait aroma sungai dan lembab
tanah yang kini berwujud kecemasan. Sekitar jam ketiga, rupamu membayang
dilampu-lampu jalanan. Apa yang dapat menerangiku saat ini,
selain bara matamu yang nyalanya kurindukan. Demikian juga ketika hitungan
telah sampai pada jam keduabelas. Aku tak mampu lagi menghitung.
Perjalanan takkan kuselesaikan di jam ketigabelas.
Karena kita tahu, apa yang kita sangkal tak selamanya salah.

Purwokerto-Bandung, 161104. 23.42.



YANG KAU ANTAR PULANG ITU
IALAH GERIMIS YANG DALAM JARAK PUN MASIH KUCIUM AROMA BASAHNYA
/ Yori Kayama

Duabelas adalah besok. Sebab, ketika senja hari ini. Gerimis datang, menuruni lembah Gunung Slamet hingga ke Bukit Karamunting. Dan kau tahu, aroma basahnya masih dapat kucium.
Ingin aku mencium sekujur tubuhnya, menjalarkan jemari hingga tiap tetesnya lekat dalam kukuku. Tapi, senja itu, gerimis itu, basah itu. Terlalu cepat kau antar pulang.

Rempoah, Kebumen, 2011,04.



INGIN JAUH DARI RUMAH MEMBUAT RUMAH JAUH DARI INGIN

jagalah. Sebentuk kantuk menjagamu dari rumah.
Kesepian akut bagi gelandang siang dan malam.
Sebagaimana kita kerap terkepung rasa sunyi, bila sedang jauh dari rumah.

Cihampelas - Ciparay, 1104


BULAN SEPULUH TAHUN

bulan itu adalah layang-layang yang kita tarik atau ulur ketika hampir tiba pagi.
Agar ia meninggi, namun tersangkut di dahan yang jauh.

Bulan itu adalah mata pancing dalam geliat cacing. Umpan kau tanam, namun kita hanya menjadi ikan-ikan air tawar yang hendak tahu asin garam.

Bulan itu adalah pematang sawah, bukan bulir padi. Yang tiap musim panen tiba, nama kita selalu dieja para penyiang. Sebagai doa tiap suapan.

Bulan itu sepuluh tahun lalu. Bukan pada desember atau musim penghujan. Namun, maret setelah bulan yang kucatat dalam april.

RS, 2011



SEBAIT KANTUK BUAT NADYA

Sudahlah, mari tidur. Toh, besok, ketika pesawat mendarat. Aku akan mengabarimu, bahwa udara dingin Bandung. Tak sedingin kedip matamu malam tadi, yang membuat rinduku membuncah.
Sementara aku belum ke mana-mana.

THT, 11



SATU SAJAK TENTANG HUJAN YANG TAK KUTAHU MENGAPA SEPERTI MENEMUKANMU DI DALAMNYA
\ R. Nadya

/hujan kepagian/
Terlalu pagi untuk hujan.
Terlalu cepat untuk basah.
Namu, kebetulan aku belum mandi, semenjak pertemuan terakhir
Yang menyisakan aroma tabahmu di tubuhku.

/hujan masih panjang/
Hujan masih panjang.
Sepanjang lingkar jarum jam yang tak ingin bertahan.
Agar suatu kelak yang belum pasti,
kau akan menjelaskan perihal diam yang malu-malu itu.

/hujan sejak kapan/
Kau bertanya : sejak kapan hujan dapat menjadi sajak bagimu?
Sejak matamu tak cukup tangguh menanggung mendung.

/hujan salah arah/
Seandainya hujan tak jatuh dari arah yang sama.
Seandainya hujan maembuat kita tak bisa sepayung.
Saat itu aku akan mencari tahu
bagaimana cara menikmati basah dalam kamar masing-masing

/hujan marah/
Kau hujan.
Aku dikepung dingin.
Lihatlah, bahkan punggungmu menjadi baris gerimis paling miris.

/hujan lagu sepi/
O, inikah hujan yang kau janjikan!
Datang dari matalembab matamu ke puncak-puncak sepi.
Membayangkan dentum gemuruh pun kau tak punya nyali.

/hujan panas/
Semisal nanti hujan panas masih jadi pertanda.
Rangkullah pundakku lagi dengan sebelah tanganmu.
Sementara sebelah yang lain melambai pada halaman yang tak lagi kupagar.

/hujan kemarau/
Tak ada yang bias diharap ketika kemarau tak pulang pada waktunya.
Selain tiba-tiba hujan. Selain tiba-tiba cemas.

 /hujan kekanak/
Tanggalkan pakaianmu.
Aku menunggu di halaman.
Bermainlah, sementara aku mengamati jejak kakimu yang perlahan kabur.

/hujan tiga baris/
Di halte. Sepasang kekasih terlambat pulang.
Di bandara. Pesawat terlambat datang.
Di kamar. Aku tak menunggu siapa-siapa.

Radensaleh 25, 2011



PERIHAL HUJAN DAN SEORANG WANITA
YANG KUTEMUI DI SEKITAR BRAGA

Gerimis baru jatuh.
Tengah malam ini aku menemuimu di sekitar Braga.
Rambutmu yang lembab menebarkan bau embun,
begitu nyaman di bawah temaram lampu jalanan
Apa kau dilahirkan musim kemarau lantas dibesarkan musim penghujan,
Hingga mengendapkan nafas di sela rambutmu
membuatku serasa berada di antara pertukaran musim.

Aku selalu suka tengah malam

Aduh, mengapa kau ambil kalimat
yang kucuri dari kedip kunang
Yang sedari tadi kutahan untuk kubisikkan padamu
Dan kujadikan alasan agar kau tak memeluk
tubuh sendiri

Bukankah dingin ada untuk membuat sekitar kita menjadi hangat

Selain bara matamu, adakah yang lebih hangat saat ini?
Sungguh aku ingin tahu, apakah merapatkan genggaman
tak membuat hati kita kian terbakar.
Kita tak punya degup jantung yang sama
untuk sesuatu yang ditunda-tunda.
Maka, segeralah!

Lelaki yang pandai tak perlu cinta untuk membelah dada wanita

Aku suka. Mari membelah dada.
Sebelum pucat seluruh bulan karena hujan.
Tapi adakah tempat yang tak basah saat ini?
Selain dari tempat yang begitu membuat
pucat dinding kamar.

Tak baik membiarkan wanita di kepung dingin

Aku tak akan membiarkanmu pulang.
Subuh akan terlambat datang.
Hujan akan tetap bersarang hingga siang.
Baiknya, mari kita bermalam di Pangarang!

Pangarang, 2011




KITA TIDAK SEDANG BERPACARAN
/Kayama Yori

di halaman sampul buku itu, bukumu, bukumereka, aku tak dapat mengerti mengapa mesti dengan tinta hijau kau tulis namaku. atau aku serupa lumut, atau aku serupa pucuk, atau aku serupa gugup : bagimu, tiap warna adalah tanda.

aku tak dapat mengerti mengapa harus kau yang melambai dari tepi jalan. kau berjalan di depan, aku mengintaimu dari belakang. mari berpagutan! kepergian bukan cara yang baik untuk cinta yang tumbuh diantara kita : kepada kata.

aku juga belum mengerti apa maksud saling mengingatkan. aku akan mengingat kau. kau akan mengingat aku, kan?
meski ingatan kita hanya seumpama lampu di perempatan. diam-diam menunggu hijau : serupa tinta penamu.

Radensaleh 25, 2011



LELAKI YANG TERTIDUR DI BERANDA
KETIKA GERIMIS TENGAH HARI ITU

gerimis tak ingin reda. Kau tertidur di berandaku yang jauh dari rumah, pulas sekali.
Dalam lelapmu kau ceritakan bagaimana dalam suatu waktu kau akan di iring ke pemakaman tanpa doa-doa.
Tak ada pelayat atau kabar yang disampaikan.
Dan akhirnya, kubur pun bagimu tak lebih dari kabar basa-basi.

Pada igaumu yang kesekian. Belati yang kau tancapkan di punggung perempuanmu menjadi begitu panjang. Hingga tak dapat kau cium amis darah yang tetes.
Setengah tertawa, kau sebut : begitulah cara mencintai perempuan. Bunga pun akan terpetik bila tampak kian menarik.

Gerimis sudah jauh. Aku ingin membangunkanmu tapi kau begitu pulas.
Hari itu selasa tapi lupa jam berapa.

Radensaleh 25, 2011



ADA YANG SEMESTINYA TAK JADI DIUCAPKAN
~kepada Rahma, Dani, dan Rahmadani

/Rahma/
belajar melupakan sakit adalah dengan merasakan sakit yang lain.
dengan mata penuh warna coklat sementara putihnya kulupakan, kutunjuk belahan dadamu :

"cintailah kekasihmu sebagaimana aku mencintai dusta"

lalu jemari kita berpegang dalam kecemasan dan bibirmu tak lagi basah, saat itu ada yang semestinya tak jadi diucapkan.

/Dani/
tak butuh nafas panjang untuk menyelam di nafasmu.
Sementara kita saling merayu, ada bagian dari tubuhku yang tiba-tiba menjadi cacat. Telingaku berdarah, suaraku patah. Oh, mataku selamat, namun bagaimana hendak bicara bila tidak saling menatap? Akhirnya, ada yang semestinya tak jadi diucapkan.

/Rahmadani/
kau tandabacaku. kau yang membuat perhentian, membuat ragu, bahkan membuat perulangan. Lihatlah, berapa kacamata yang kupasang! Sebab, sungguh kau terlalu kabur untuk kubaca. Jadi, sementara kau menjadi titik biarlah aku menjadi koma.

Radensaleh 25, 2011



SAJAK RAMALAN

begini, bila dilihat dari sayu matamu. Suatu bara cinta, akan segera bernyala kembali. Segala gelisah kesepian akan berubah jadi sunyi yang menyenangkan. Pertahankan apa yang kita yakini, tanpa mengabaikan apa yang kita temui.

Bibirmu, bibirmu, menanti gilir menjawab pertanyaan-pertanyaan, yang sungguh kau pun hendak mengatakannya. Hanya saja, kelamin mengajarkan kita sedikit etika. Bahwa, wanita jangan tergesa-gesa.

Oh, lenganmu. Rangkulan hangat yang sempat meninggalkanmu, akan merapat kembali. Bawalah, kemana kau pergi. Niscaya, tak ada waktu yang benar-benar beranjak dari lenganmu.

Gerak tubuhmu, mengisyaratkan bahwa ada lelaki yang diam-diam kerap membaca pertanda-pertanda akan hari depan : aku.

Dara Veteran, 2011



SEDIKIT CACATAN YANG INGIN KUJADIKAN SURAT
AGAR KAU BISA MEMBACANYA DI WAKTU SENGGANGMU

(Toko Bahan Bangunan)

Di tempat ini aku menemukan
pertemuan itu : paku dan palu.
tidakkah rasa cinta itu berawal dari menusuk dan memukul.

(Kedai Pulsa)

bagaimana bila menjadi tukang pulsa?
yang tak pernah merasa resah, bila begini :
“Hai, ini aku. Sedang apa?”
dan kau tak cepat membalas.

(Toko Pakaian)

diam-diam aku mulai berani rindu.
namun, rindu padamu bagai pakaian yang terpajang :
selalu menarik sebelum kubaca label harga.

(Rumah Makan)

ini siang, aku ingin makan pedas. Setidaknya
bila peluh mulai rusuh : ingatan padamu datang sebagai angin sepoi
dari kipas yang lusuh.

(Toilet)

bangun pagi, aku langsung ke toilet.
tapi, tiba-tiba aku jaadi tak ingin buang air. Sebab :
apa yang kita dapat hanya sebagian yang tersimpan,
lainnya terbuang.

(Angkot)

aku tahu kau akan pergi, sebab itu aku buru-buru.
namun, selalu ada perhentian yang membuat kita tak sangka.
bahwa : waktu berjalan lebih cepat,
bila kita berada dalam situasi yang tepat.

 (TPU)

Terlambat. Tapi, tak apa.
semoga kau masih diperbolehkan membaca di sana.
ini surat aku letakkan dengan sebuah kacamata,
di atas pemakamanmu.

“Kabari aku terus!”

Radensaleh 25, Januari 2011



DI BELAKANG FOTO PANTAI PADANG
YANG KUPOTRET DALAM GERIMIS YANG MEMBUAT KITA HARUS BURU-BURU

Sekedar catatan : jangan menatap ke arah lautan
ini senja terakhir yang kupotret bersamamu.

DI. Kamaratas, 2011



SEBUAH KALIMAT  TANYA YANG TERTULIS DI PAGAR SEBUAH BANK TERNAMA DAN AKU MEMBACANYA SETELAH MENGAMBIL UANG UNTUK MEMBELI SEPEDA MOTOR

Apa rasanya kalau Anda miskin?

Belakang Olo, 2011



DUA BUAH DI DADA YANG SAMA

Dada itu berbuah
Ajarkan aku dari arah mana mesti memanjat,
menjulurkan tangan, hingga padat buah dalam genggaman.

Seperti dahulu
Ketika ada yang merambat di dadam, menyemak,
dan terlambat kusiang.
Hingga tak satu pun dari kita dapat menebak, pohon apa yang kelak tumbuh
Dan bagaimana buahnya.

Tunggulhitam, Januari 2011







SELAMAT, 2

Selamat tidur, mata
Selamat begadang, airmata

Tunggulhitam, 2011



SELAMAT, 1

Selamat pagi, ada berita baik apa hari ini, penyakit?
Selamat pagi, hari ini Dia datang menjengukmu, penyakitan.

Tunggulhitam, 2011



SEBELUM

Sebelum piring bekas makan
tengah malam ini sampai ke pencucian
aku akan menggambar di atasnya
sebuah hamparan sawah, dengan seorang anak kecil
menyabit batangpadi tengah hari garang
lantas, kububuhi dengan catatan kecil :

"Hai, bocah, pulanglah. Nanti terlambat ke sekolah..."

Tunggulhitam, 2011



SEMOGA

aku sedang sakit
malam itu tak henti-henti kusebut janggalmu
serupa bayi mengenal kata mama papa mamam

dan di dinding,
kudengar doa yang kerap tak sampai
berulang-ulang :

Semoga lekas sembuh. Anda sehat, kami puas.

Tunggulhitam, 2011





HABIS

Sudah habis airmatanya
ketika saat itu ia harus menangisi
jasadnya yang tak mau ditinggal sendiri

Tunggulhitam, 2011



PUISI TERAKHIR

ada puisi berjuntai di langit rindang
matanya merah-merah begadang
padahal semalam, kuselesaikan itu sengketa
sambil tidur nyaman di mataNya

Tunggulhitam, 2011



PUTUS NADI

mari memutus nadi.
memutus tali sepi yang menetap
dan beranak dalam diri.
ini sebilah lidah yang tajam
mampu memutus menebas tanpa nyeri.
bila kemudian diammu hidup
di sela-sela helaan atau tarikan nafas
aku akan dengan lihai mengatur tuju
kemana harusnya hidup akan berbatas.

akulah penghuni kamar-kamar
yang tak ditinggalkan, sedangkan di luar
keramaian sedang memainkan petasan.
maka jangan kau gaduh tenangku
jangan kau hirau godaku.

berangkatlah!

di jaring laba-laba yang menandai usia seketika
dada bergelombang dengan badai
hembuskan nafasmu dengan nyaman.
tiada ketakutan
yang akan benar-benar sempurna.

hei, penikmat kesedihan
pemabuk airmata
meriahkah pertikaian tanpa darah?
apa yang terbantai harus jadi bangkai.
yang tenggelam
yang terlantar
yang tertipu
dalam pagutan malam-malam sial
adalah yang terkubur sebelum mati
dalam kesepian kamar.
sementara di luar jalanan butuh rayuan.

ambil pisaumu, ukurlah jarak
berapa denyut nadi yang dicatat dalam tajamnya.
sebatas picingan mata atau sepanjang dua hitungan hari.
sebab, mati paling nyaman
adalah mati diluar sangkaan.

Batang Agam 5, 2011



SEMAR KUNING

aku datang

aku datang padamu
mengirim semar kuning

kubuat kau mabuk
kubuat jantung serasa dicambuk

kukirim dari tetas angin
menetes sesejuk embun di kening

menangislah
menangislah, hei, gadis bermata bening
menangislah dalam himpitan cinta kasih

yang datang dari jauh
yang datang membuat aduh
yang datang mengirim peluh

sekalian sekujur badan tunduk pada inginku!

hei, badan yang tak dikenal pisah
aku datang padamu
mengirim darah
dengan sumpah

Tunggulhitam, 2011





ANKH

sekalian setan yang berdiam dalam tiap badan
bolehkah aku menjemputmu.
jemputlah,
jemputlah suara-suara yang memaksa
ingin bertaruh

aku ada di depanmu
aku ada di jengkal leher
yang sedang kau jangkar
bacakan padaku kesesatan itu
maka, kubuat kau tak berkarat sekerat demi sekerat

tak ada yang baik selain menjamumu
mengundangmu menjamahku
menyelamlah dalam dadaku
pompakan darahku menuju nadi-nadimu
alirkan sekarat yang damai
asingkan keramat yang semai
selama bagimu aku dalam dirimu
sekalian saja datangkan padaku rupamu

kelahiran keduaku telah sempurna
serahkan perawan-perawan jenaka
akan kubelah dadanya

Tunggulhitam, 2011



SENYUM KECIL

di malam yang terlantar
aku akan mengantar tidurmu sebaik-baiknya
dengan aroma kecubung yang kubakar
dalam bara (bara yang yang dikipas seratus kelam,
seratus angin paling gatal)
dan kuhembus perlahan dalam kantukmu,
dengan jatuhan rambut kucing hitam yang kujalin
dua rangkai dan kusimpan dalam celah kamarmu
dengan hujan gerimis yang terkurung
dalam bawang, lada, dan garam.

seumpama jatuh juga senyum kecil
saat bibir sintalmu tak mengenal lagi
arti ciuman.
pahami itu sebagai bahasa tubuh yang payah
sebab, aku datang padamu
tanpa kepala, tanpa dada.
membawa hati
yang ditumbuhi duri-duri

duri sepi
duri sunyi
duri sendiri.

di malam yang terlantar
aku akan mengantar tidurmu dengan sebaik-baiknya.

dengan aroma basah darah
dengan hembusan nafas penuh pisah
dengan derit jendela mencicit yang pasrah.
dan pada saat itu aku meminum desahmu yang terancam punah.

sayang, bukankah cinta menjanjikanmu sebuah mimpi yang mewah.

Tunggulhitam, 2011


PEREMPUAN BERANGIN


seumpama bertamu juga debu-debu
dalam segenap mimpi dan tidurku
jemputlah, hai, perempuan berangin
jemputlah tubuh ringkih yang telah lupa
bagaimana cara membangunkan mata
bagaimana cara menyuburkan dusta.

dari jauh yang tak mungkin lagi ditempuh
aku menerbangkan layang-layang
dan di ketinggian, aku kehilangan angin
sudah kusebut, hei, perempuan berangin
biarlah angin tumbuh bersama ketinggian
layang-layang pun berhak mendapat sedikit
pelukan dan pengkhianatan
benang terulur panjang, namun turun tinggal bingkai.

aku putus jalur angin yang singgah tiap malam hendak berlalu
sungguh aku ingin sendiri saja menghadapi rasa pilu
jangan biarkan sisa tubuhmu yang tertinggal di saku baju
sejak keramaian yang kita ciptakan dalam sabtu yang layu
tak mampu menebus rindu yang terhalang hal-hal tabu
hai, perempuan berangin, perempuan yang dikutuk beratus ingin
perlukah menjadi satu bila akhirnya menjadi abu.

mari sejenak kita beristirahat dari kepedulian
biarkan batu-batu tetap mengganjal hati juga jantung
ada detakku yang tak ingin sampai kausamakan
ada banyak perasaan yang sebenarnya lebih baik samar
sebab  bagaimanapun kau sungguh tak berwujud
hanya sejuk ataupun gersang
yang sesekali singgah menggerayang badan.

Tunggulhitam, 2011



SEBELUM PATAH HATI

sebelum ranting kayu tersungkur
di tanah lalu tak bisa lagi menusuk
tentulah ia paham
bagaimana berada di ketinggian

matahari yang datang tepat waktu
membunyikan alaram
di antara cahaya yang membelai dahan-dahan.
sekawanan burung singgah
membuat sarang
atau sekedar mengecupkan pagi.

sedalam apa akar mampu
menyerap inti-inti air
setinggi apa inti air mampu
menempuh pendakian.
di batang, di batang mereka bertemu
menyelesaikan sejumlah tanya
yang tak semestinya
mereka simpan atau mereka buang.

tentu kau merasa bahwa matahari
selalu datang tepat waktu untuk membangunkanmu tiap pagi
sekawanan burung yang singgah di dahan memainkan pertunjukan
yang lebih syahdu dari mimpi
akar dan air adalah sepasang kekasih yang tersenyum menjalani kutukan
kesetiaan yang abadi.

hanya saja, itu sebelum kau patah hati.

Batang Agam 5, 2011



DI SEBUAH TAMAN

di sebuah taman tengah kota
sepasang tubuh yang kasmaran sedang
memahami kesetiaan yang semestinya
mendalami cinta yang apa adanya.

sehelai daun dari ranting tua jatuh
di hadapan kaki mereka
menghadiahkan prasangka bahwa usia
tak membunuh dengan tiba-tiba.
namun, mereka hanya dapat mengira-ngira:
tentulah angin dan daun-daun
pernah saling ingin sebelum akhirnya
mengalah kepada dingin.

sebagaimana hujan, keremangan adalah
pemilik kehangatan yang rela meminjamkan tubuhnya.
bahkan dengan ikhlas menghadiahkan beberapa dekapan dan kecupan.

di sebuah taman tengah kota itu aku pernah mengajakmu.
mengajarkanmu memaknai kesepian.
dengan daun-daun yang tertahan kematian
atau dahan mati yang memaikan daun-daun.

sebagaimana dekapan, hujan adalah
kehangatan paling nyaman.
menghadiahkan kecupan dan kedipan.

dan sungguh, ini kali kesekian aku membangun taman dalam kenangan.

Tunggulhitam, 2011



DODOL GARUT
/R. Vien

di garut, dan mungkin dalam kesakitan perut
aku bertemu denganmu
si manis legit yang terduduk di depan rumah sakit
sambil melambaikan berbotol-botol intisari
seolah paham bahwa rumahsakit adalah
tempat yang paling pas buat begadang.

tubuhmu kebal angin malam
parumu tahan semua godaan
dan lidahmu semacam apotik.
di mana banyak racun yang terbungkus
dalam kemasan yang menarik.
aku ingin mengajakmu pulang
tapi kekasihmu terlanjur mendekam
dalam botol-botol minuman.
menenggaknya seperti menciumi dada kekasih

kekasihmu bukanlah kekasihmu
ia hanyalah titipan dari hati yang kasmaran dan kaupinjam berbulan-bulan
ialah penyakit di mana tak satupun rumah sakit bisa menjenguknya
ialah apotek yang kehabisan resep
ialah botol minuman yang hendak kuhantam ke kepalamu!

Kp. Kalawi, 2011

PEUYEUM BANDUNG
/RH. Ilman

di perumpamaan ini,
kaulah si peuyeum bandung, si asam-asam manis
yang tumbuh dibiar hitungan hari dibesarkan bukit dan angin sejuk.

ayahmu telah lama abadi dan hidup selucu lelucon garing,
sebab itu hitam biji matamu (yang mengingatkanku
pada butir beras ketan hitam yang kita simpan di bawah ranjang,
dengan diam-diam mencari tahu secepat apa ia menjadi)
hidup sempurna di bawah terang bulan yang nyalang.

di perumpamaan ini,
kaulah si bulan terang, si pucat pasi
yang terlambat datang.
sejauh mata menengadah hanya percuma
yang ditandai langit-langit mabuk,
yang dikecupi malam-malam sialan.

ibumu telah lama sendiri,
dan adikmu  telah semakin menjadi putri.
sebab itu, pucat tubuhmu, sepucat perawan
di puncak bulan menenun kain panjang hingga subuh.
(lagi-lagi aku teringat segelas es peuyeum bandung
yang sesegukan di bawah bulan terang,
dan kau sedang asyik membunuh kecemasan)

bila di kotamu hujan sedang turun,
sementara aku baru jatuh dari daun
suguhkan aku
peuyeum bandung.
sebelum bulan pucat dan tubuhmu
menjelma sekawanan embun

Tunggulhitam, 2011



KEBETULAN

mungkin hanya kebetulan saja hujan deras mengurung kita
di sebuah toko mainan yang menjadikan kita serupa boneka:
begitu menarik sesuai usia.
toko mainan yang banyak menjual dunia dalam dunia yang lebih sederhana
andai kata kita adalah sepasang kekanak yang tersesat
tentu tersesat ke tempat yang tepat.

sebuah mobil besar dengan perlengkapan senjata yang luar biasa kita tumpangi
 mencoba merasakan bagaimana berada dalam kecaman.
sementara kita hanya airmata yang dikemas dengan lebih purba.
sesederhana membalik pakaian dan topeng yang sempurna
kita beranggapan bahwa dunia kekanak bukan dunia yang sederhana.
banyak lautan yang dangkal namun mencekam dan menakutkan serupa
--film monster dan seorang pahlawan kecil.

mungkin hanya kebetulan saja kita telah lebih dulu tua
dan memegang belati yang siap menyobek dada
belati yang sewaktu kekanak kita asah kita mainkan 
sebagai pedang melawan kejahatan.
dan usia kita terbangkan sebagai layang-layang,
diulur, diulur hendak berlomba menembus awan.
ketika tak ada diantara kita yang sanggup menyentuh awan
sebuah prasangka tiba-tiba ada: benang usia yang kita punya
tak cukup panjang untuk ke sana
sejak saat itu kita tak tahu kemana terbang layang-layang yang kita putus benang.

mungkin hanya kebetulan saja dahulu kota-kota
belum sanggup membangun dirinya
di atas tanah-tanah sawah, lapangan sepakbola, dan pusara-pusara.
sehingga kita bisa leluasa memanjat punggung kerbau
menjadikannya kereta pacu paling membahagiakan
yang tak mungkin sanggup dibuat masa depan.
duel kita selalu berujung pada kubangan
kita berdua telah jadi pemenang.
karena menang tidak ditentukan oleh hal-hal yang serius
kemenangan bisa dinilai dari berapa lama kita tertawa
dan berapa lama kita sanggup menghentikannya.
di saluran air hangat yang dimasak sawah seusai musim panen
kita sering mandi, menanggalkan rasa sakit
yang mengeras menjadi waktu
sambil menggosok tanda-tanda bertambahnya usia dengan batu kecil
yang tersimpan di pematang, yang kelak pada suatu ketika kita akan merindukannya.

mungkin hanya kebetulan saja matahari tetap pada tempatnya
hingga kita masih dapat mengukur bayang-bayang diri sebelum memulai hari
karena segala sebab yang ada dalam diri bermula
dengan bagaimana cara kita menyantap sarapan pagi
dengan bagaimana cara kita menyalami pucuk-pucuk daun yang lembab embun
mengucapkan selamat pagi.
sembari mengintai kecupan mati.

Tunggulhitam, 2011




DALAM KANTUK BERAT

aku tulis sajak ini dalam kantuk berat
yang menggantung di kelopak mata
kamar yang mesti terbayar lunas
sebelum kematian bunga-bunga membuat tidurku
hanya salah satu dari berbagai banyak cara
untuk menyudahi kesedihan

hujan yang turun sebentar di depan rumah
mengingatkanku pada cinta yang tak selesai dengan semestinya.
genggaman kasar jemarimu masih terasa di pundakku
sebagai beban yang sungguh berat
melebihi beban mengangkat badan sendiri.
bagaimana cara mengajakmu bernostalgia
sementara kau sendiri selalu hidup di masalalu.

aku sedang ingin bepergian tapi tidak kemana-mana.
sekedar untuk mengenali
mengapa kakiku seperti terikat rantai besi
yang tersambung ke leher
sehingga semakin melangkah, semakin tercekik.
saat mengetahui bahwa tujuan sesungguhnya
berada dalam pikiran masing-masing.
aku selalu berniat bepergian tapi tidak kemana-mana,
hanya berharap kau mempersilahkan masuk ke dalam pikiranmu
untuk sekedar mengetahui apa yang selalu kau pikirkan:
seberapa banyakkah aku?

cuaca panas menjalar di sebatangbadan demamku
matahari singgah sebanyak tiga kali sehari
pandangan kaburmu secepat kilat datang dalam pandanganku
hendaknya kita kini bersepakat untuk saling memandang
ke arah yang sama, aku memandang mata senja yang terbenam
di kedalaman matamu, maka pandanglah mataku sebagai siluet
yang membagikan senja secara cuma-cuma
cuaca masih panas dan sedikit gatal
sementara jarak yang terbuat dari rasa sakit
adalah obat paling mujarab.

ajari aku bagaimana dengkur menyelami mimpi
aku kerap bermimpi tanpa pernah tahu
apakah sempat mendengkur atau tidak
tidur pulas sekalipun terasa kurang membahagiakan
bila tanpa dengkur yang dapat mengantar
beribu kunang-kunang datang ke dalam mimpi
membawakan bunga-bunga yang dijemput
dari ribuan kubur yang tersingkir
tanpa disadari antara mati dan mimpi hanya beda sekulit ari
hanya sebatas pergantian hari.

membayangkan kota yang semakin ditumbuhi lunau ini
aku semakin ingin untuk berlayar
bukan lewat laut tapi melalui jalan-jalan raya
melalui tiang-tiang telepon melalui pia-pipa saluran air minum
melalui kantor-kantor pajak
sembari terus berharap menemukanmu
sedang membuatkan dermaga bagi labuhanku
dengan sisa uang dari jasa sewa keranda.

bila pada akhirnya kita berhak
membiarkan jantung berdetak sesuai irama lagu
tentu pada saat itu aku akan dengan gampang menciptakan
lagu-lagu yang menceritakan tentang
beberapa hal sia-sia yang sepatutnya kita lakukan.
seperti: memelihara jaring yang laba-laba buatkan di sudut kamar
membuatkan sarang bagi kecoa yang terjebak banjir dan hujan
menjemur kucing yang terjerembat
di dalam got sehabis bertengkar meminta kawin
mendonorkan darah bagi nyamuk
yang semakin kurus karena terlampau sering insomnia.
bila pada akhirnya jantung berdetak kian perlahan
tentu pada saat itu aku tak ingin mendengar lagu apapun.

pulang malam tentu sudah biasa
namun berangkat malam aku belum menemu cara
terkurung dalam rumah yang membangunkan
keinginan-keinginan nakal
serupa mengurung malam dalam botol kaca
yang menjadi sangkar (atau kandang?)
kunang-kunang musim kawin
sebagian dari kesedihan bermula dari kamar
menjalar ke semua sudut dalam rumah
dan itu akan jadi kuburan paling tidak menyenangkan
lebih baik mati di jalanan dibanding membangkai sebagai penghuni kamar.

aku tulis sajak ini dalam kantuk berat
yang menggantung di kelopak mata

Tunggulhitam, 2011



DI SEBUAH PERISTIWA

di sebuah peristiwa, aku menemukan masa depan berserakan.
dengan gambar amat kusam.
ada aku, ada kamu, ada sepasang baju tidur
yang memeluk tubuh sendiri.
sepasang kelakar paling sakit.

kemudian, aku berlarian di tempat, mengejar sisa kesakitan
dari kesaksian masalalu yang sama sekali penipu.
kau pun berlari tergesa dari dalam kamar, bersusah-payah
mengejar kesaktian masa sekarang yang berputar asal.

di luar segala perumpamaan, kau dan aku harusnya telah menjelma
catatan-catatan harian, atau lingkaran merah di kalender.

Batang Agam 5, 2011



MIMPI SENDIRI

dalam mimpi pun, kau asyik sendiri

sepasang paha yang disiram bumbu kecap,
dibakar dengan api kecil hampir padam.
juga daun selada, irisan timun, tomat cantik,
dan sambal terasi yang ditumbuk pelan.
nasi putih ditabur bawang goreng.

cuaca bagus, dengan matahari malu-malu, angin menyapu sayu,
daun jatuh satu-satu. ruang kosong dalam cafe itu
hanya diisi dengan lagu-lagu kesedihan pura-pura
(atau kebahagian yang dipaksa?)
gambar-gambar tua dari masamuda yang tak digarap dengan sempurna.

di sebelahku, kau menyantap sebelah paha ayam bakar bumbu kecap
yang kupesan dengan pelan.
di sebelahmu, sebelah paha ayam bakar bumbu kecap
yang kau pesan dengan beban,
kubiarkan mencari pasangannya sendiri.

Tunggulhitam, 2011



BUNGA TUBUH

tubuhmu telah ditumbuhi ratusan jenis bunga,
yang tiap menit berganti aromanya.
sekian taman dibangun di dalamnya.
sekarang aku ingin kau yang pilih ;
tetap membiarkannya tumbuh melebihi batas yang kita sepakati
atau membiarkannya mati tanpa kausirami.

aku yang selalu tak pernah kautanam,
telah menanam diriku sendiri pada sekian taman
yang merawat ratusan bunga.
ratusan bunga dengan wangi yang seragam,
yang tiap menit berganti warna.
seperti yang telah kupilih ;
membiarkanmu hidup terawat dengan memekarkan bunga-bunga.

seolah tak mampu, kau anggap mencintaiku
seperti menanam bunga di belahan dada

Batang Agam 5, 2011



PATUNG KAKEK

justru karena setia akhirnya kau menjadi patung.
menjaga tiap peristiwa agar ia senantiasa kekal
di dalamnya.
sebuah tanda luka di kepalamu
adalah bagian yang paling ia sukai dari perjalanan yang jauh
dan mungkin akan sampai ketika kau mengucap
selamat tinggal.

begitupun ia yang setia dari dalam kamar,
sambil membiarkan tubuhnya menjelma menjadi pemahat ulung.
yang berniat menemukan cara agar kau senantiasa
merawat luka di kepala,
sebab baginya : kau adalah perjalanan
yang harus ia jaga kecepatannya.
sambil diam-diam berharap tak akan cepat sampai.

Kp. Kalawi, 2011


PENCARIAN

selama kita hidup, aku telah mencarimu di semua lapak-lapak baca,
trotoar kota tempat penjual koran, toko-toko buku,
dan perpustakaan.
tapi, di mana tepatnya kau berada
kau lah yang tentukan.

aku hidup di dalam dirimu yang tak pernah kutemukan letakknya.
dengan segala macam pencarian yang kupunya,
aku hanya menemukan kau dengan sebuah nama
tempat yang selalu bergerak.
seperti mencari sarang di mana tepatnya burung yang kutandai
dengan luka panah yang melintas tepat atas kepala kita.

telah kukira-kira,
mungkin saat ini kau sedang berada di dalam jurang yang dalam,
jurang yang lebih dalam dari hatiku, sambil meneriakkan 'aku di sini',
dan berharap gemanya sampai padaku.
Sementara angin selalu berbalik padamu.
atau mungkin kau sedang berusaha mencari tempat
yang paling tinggi, melihat sebatas pandangmu,
dan setelah menemukanku, kau akan segera menandai tempat itu.

seandainya saja pesan yang selalu kukirim kepadamu
dapat kau baca, mungkin saat ini kita sudah bersama lagi.
sayang saja, pesan yang kukirim padamu selalu gagal,
padahal sudah jelas aku kukirim dengan isi yang sama :

aku tunggu di surga, segera!